Minggu, 21 Oktober 2012

Pos Pelayanan dan Kesaksian Patut di Contoh

Pagi ini Minggu, 21 Oktober 2012 ada satu pengalaman menarik dari sebuah kata yang sudah biasa didengungkan oleh orang kristen, yaitu Pelayanan. Saya pagi ini diminta untuk melayani dalam bentuk permainan musik di salah satu Pos Pelayanan dan Kesaksian dari GPIB Tamansari Salatiga. Ini kali pertama saya melayani di Pos Pelayanan dan Kesaksian yang mempunya nama Kauman Kidul. Sepengetahuan saya, GPIB Tamansari Salatiga memiliki beberapa Pos Pelayanan dan Kesaksian, yakni Kauman Kidul, Kalimangli dan Kembang Sari. Beberapa bulan yang lalu saya diminta melayani di Pos Pelayanan dan Kesaksian Kalimangli, jaraknya lebih jauh daripada Kauman Kidul.

Pagi tadi, Kebaktian di Pos Pelayanan dan Kesaksian Kauman Kidul jemaat GPIB Tamansari Salatiga dimulai pukul 07.30wib. Kebaktian diadakan disalah satu rumah warga tepatnya di rumah majelis dari GPIB Tamansari Salatiga. Rumahnya kecil, berdinding kayu berlantai ubin bermotif. Karena mungkin ini adalah Pos Pelayanan dan Kesaksian atau di beberapa Gereja lain disebut POS PI, jemaat di Pos itu tidaklah banyak, bahkan yang hadir pagi tadi pun hanya 6 Orang jemaat, 2 Orang Majelis dan 1 Pelayan Firman yakni Ibu Pnt. Leonora Zakaria. Kondisi rumah tempat diadakannya kebaktian sangatlah sederhana, jemaatnya pun demikian. Walaupun hanya 6 Orang yang terpanggil mengikuti Kebaktian saat itu, namun Kebaktian tetap berlangsung dengan hikmat dan hangat.

Saya mengambil bagian dalam pelayanan tadi sebagai organis dan didampingi oleh 1 Orang Pemandu Lagu. Kurang Lebih ada 6 lagu yang dinyanyikan saat kebaktian. Dengan organ/keyboard tipe casio yang sudah berusia lanjut, saya tetap mengiringi kebaktian dengan alunan piano sebaik mungkin. Kebaktian saat itu berbicara tentang motivasi dalam pelayanan. Ibu Pnt. Leonora mengarahkan jemaat agar tidak menjadi seorang yang licik, agar tidak menjadi seorang yang munafik, agar tidak menjadi seorang yang menjadi pelayan bermotif U dibalik B. Sekitar 1 Jam 30 Menit Kebaktian tersebut berlangsung, dan akhirnya ditutup dengan berkat dan jemaat mengaminkan berkat tersebut.

Cerita tersebut tidak berakhir disitu, pemilik rumah yakni Mbah Ponoh ( seorang janda yang ditinggal pergi ke rumah Bapa oleh suaminya ) , mengeluarkan jajanan berupa Ubi Goreng, Ubi Rebus, Keripik Pisang, Kue Basah dan Teh Manis. Mbah Ponoh mengatakan Ubi Goreng & Rebus, serta Keripik Pisang tersebut ia ambil dari kebunnya sendiri. Semua yang hadir, dimintanya untuk sama-sama menikmati makanan tersebut. Tak sampai disitu, Mbah Ponoh juga membuka tudung meja makannya dan telah menyediakan makanan pagi bagi kami yang datang, makanan saat itu tersedia Ayam Kecap, Tempe Bacem, Gudeg dan Gule beserta kerupuk. Dengan sukacita Mbah Ponoh mengajak kami untuk menyantap sarapan yang telah ia siapkan.

Ketika piring beserta lauk sudah berada ditangan saya, saya sempat berpikir dan tertegun sejenak, hati saya menangis. Mana kala dalam kesederhanaan Mbah Ponoh, ia yang kini telah hidup seorang diri, dengan sukacita menyediakan semua yang ada saat itu. Saya melihat ada satu hal yang patut dicontoh dari kisah ini. Belajarlah untuk melayani sesama dari hal-hal kecil. Makna utamanya bukanlah kita harus menyediakan makanan pada setiap kali kita Kebaktian, tapi dari kesungguhan hati kita dalam memberi diri, membuka pintu hati dan pintu rumah bagi setiap orang yang ingin menyembah Tuhan.

Pagi ini saya belajar banyak sekali dari Mbah Ponoh, kadangkala kita yang hidup di kota, seringkali bersaing dengan orang lain, misalnya saja, pada setiap Kebaktian Rumah Tangga, para ibu-ibu berlomba-lomba mencari katering terbaik yang memiliki makanan terenak dan termahal untuk disajikan, agar kelak jika jemaat datang dan memakannya, sang penyedia makanan mendapat Pujian, misalnya " wah, Ibu makanannya enak deh. Ibu pintar masak ya, beda tuh sama ditempat Keluarga A, cuman dapat Kue sama Teh hangat pula! Beda lagi tuh kalau di keluarga B, cuman dapat pisang goreng sama air putih “ atau misalnya, “ wah Ibu, memang asli orang kaya yah “, dan masih banyak contoh contoh real, yang mungkin pembaca juga seringkali mengalami ataupun mendapati hal-hal macam itu. Setahu saya, Tuhan tidak pernah mau melihat motivasi untuk tampil lebih dibanding orang lain atas apa yang kita buat. Setahu saya, berbuatlah hal sederhana yang tidak dilatar belakangi oleh motivasi yang ingin tampil lebih OKE, namun jika nantinya orang lain melihat bahwa apa yang kita lakukan itu baik dan sungguh luar biasa dan terkadang ada pujian diatas itu, itu adalah Nilai Plus yang Tuhan berikan kepada kita agar kita sebagai manusia mengucap syukur bukan justru berbangga diri dan merasa saya orang paling hebat!

Pembaca, marilah belajar dari Kisah Mbah Ponoh dan Pos Pelayanan dan Kesaksian Kauman Kidul Salatiga yang sungguh memberkati ini. Ingatlah, tetap rendah hati, lakukan yang terbaik untuk Tuhan, berilah apa yang ada padamu tanpa harus memberi dari kelebihan tetapi mari kembali kita mengingat Kisah Janda Tua yang mempersembahkan hanya beberapa keping perak kepada Tuhan, namun Tuhan melihat Janda itu dan mengasihinya.
Tuhan Memberkati Pembaca Sekalian.


Salatiga 21 Oktober 2012
ditulis oleh Angga Kusuma Pramandita Willem
( Pengalaman Pribadi )
Ilustrasi Foto " Pemandangan Kota Salatiga "